Tradisi Nyadran sebagai Bentuk Ungkapan Refleksi Sosial Keagamaan

06 Mei 2018
TSALIS NUR SHOLIKHAH
Dibaca 290 Kali
Tradisi Nyadran sebagai Bentuk Ungkapan Refleksi Sosial Keagamaan

infoPleret- Bagi masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama nyadran atau sadranan merupakan ungkapan refleksi sosial-keagamaan. Hal ini dilakukan dalam rangka menziarahi makam para leluhur. Ritus ini dipahami sebagai bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang. Nyadran dalam tradisi Jawa biasanya dilakukan pada bulan tertentu, seperti menjelang bulan Ramadhan, yaitu Sya’ban atau Ruwah.

Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Kedaton yang melakukan tradisi nyadran, Minggu (06/05). Nyadran sendiri identik dengan nyekar ke makam, yang sebelumnya melakukan tahlil di Masjid Baitussalam. Warga masyarakat yang sudah berkumpul di Masjid juga diisi dengan pengajian oleh Kyai Ikhsan. 

Dalam kajiannya beliau menyampaikan terkait empat hal agar menjadikan seseorang beruntung. Empat hal tersebut ada di dalam seranhkaian tradisi nyadran yang kebanyakan dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Pertama adalah melaksanakan sedekah menurut syariat. Mau tidak mau dalam tradisi nyadran harus melakukan sedekah baik berupa uang atau makanan.

Kedua adalah Birrul Walidain atau berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti kepada tidak hanya sewaktu hidup saja, mendoakan kedua orang tua yang sudah meninggal.juga termasuk birrul walidain.

 Ketiga adalah silaturahim. Dengan tradisi nyadran, sanak keluarga yang sedang merantau biasanya menyempatkan diri untuk dapat pulang kampung melakukan tradisi nyadran.

Keempat adalah berbuat baik dan mendorong kegiatan  beribadah.